• Home
  • /
  • Life Journey
  • /
  • Ma Chung Story – Part 4 – Puncak Prestasi di Dalam “Tempurung”

Ma Chung Story – Part 4 – Puncak Prestasi di Dalam “Tempurung”

Besar di kandang, untuk bekal menantang alam…

Buat yang belum baca post sebelumnya, bisa diubek-ubek di sini:
Part 1 | Part 2 | Part 3

Prolog

Memasuki tahun kedua kuliah, bukanlah hal yang mudah. Saya masih mencari jati diri di lingkungan yang serba beragam itu. Masih dalam efek “pencarian sahabat sejati yang hilang”, saya berganti-ganti teman dekat. Dari yang seetnis, seagama, hingga yang beda etnis maupun beda agama. Bukannya SARA, tapi waktu itu saya memang sedang mencari tempat yang nyaman saya tinggali. Entah kenapa, nggak ada tempat yang benar-benar nyaman. Seperti kehilangan.

Saya nggak ambil pusing, yang penting hidup saya jalan dan jadi yang terbaik. Urusan akademis saya tetap saya jalankan dengan antusias. Urusan organisasi pun nggak ketinggalan. Bisa dibilang, saya over active di masa itu. Bukan demi apa-apa. Saya hanya senang. Itu saja.

Tahun kedua kuliah, nggak nyangka dianggap “hebat”…

Nah, saya sudah hampir benar-benar lupa apa saja yang sudah saya lakukan di tahun kedua. Yang paling berkesan buat saya adalah, di tahun kedua inilah saya mencapai masa-masa puncak sebagai orang dalam Universitas Ma Chung. Untuk kedua kalinya, saya maju mencalonkan diri jadi ketua HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) Teknologi Informasi. Saya masih ingin mengembangkan diri di dunia kemahasiswaan, setelah tahun sebelumnya menjadi koordinator bidang di BEMU. Intinya, saya ingin menjadi anggota BPMU (Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas). Ya, karena target saya untuk di kemahasiswaan ini hanya untuk 1 tahun ke depan, maka saya pilih jadi ketua HMP alih-alih jadi ketua angkatan (yang notabene jabatan sampe lulus).

Alhamdulillah saya terpilih jadi ketua HMP untuk tahun 2008/2009 itu. Sayangnya, karena saya juga otomatis jadi anggota BPMU juga, fokus saya jadi terbagi dua. Tapi karena yang lebih jadi prioritas saat itu adalah masalah legislatif, yang notabene urusan BPMU, mau nggak mau urusan HMP jadi terbengkalai. Maaf ya semuanya…

Di tahun itu, saya mulai terus aktif menulis. Setelah membuat sebuah blog asal-asalan dengan domain asal-asalan pula, saya mencoba exist di dunia perinternetan dengan membuat blog menggunakan nama saya di Blogspot. Yah, masih belajaran sih, jadi pake yang gratisan. Saya mulai rajin menulis. Sampai suatu saat, saya ditawari oleh dosen saya untuk membuat naskah dari salah satu tugas akhir sebuah mata kuliah saya, tentang pembuatan game dengan nama Devilish Children. Alhamdulillah, ternyata artikel tulisan saya jadi 3 naskah berseri, yang akhirnya masuk ke majalah PC Media.

Splash screen Devilish Children

Ya, waktu itu, impian saya menjadi programmer game terbaik sedunia. Makanya tugas akhir mata kuliah Pemrograman Berorientasi Obyek saya adalah membuat game. Alhamdulillah ternyata itu bisa jadi banyak mempermudah berbagai jalan saya di kemudian hari. Karena nama saya sudah terdaftar di PC Media, saya jadi bisa memasukkan banyak naskah lainnya. Karena game itu juga masih berhubungan dengan mata kuliah lainnya, kalau nggak salah di kemudian hari game itu masih saya pakai untuk tugas akhir 2 mata kuliah lainnya.

Di tahun itu juga, pertama kalinya saya ikut lomba programming tingkat nasional. Tanpa adanya pembimbing, saya ajak kerjasama dengan orang-orang terbaik di kampus saya, yaitu Edo Pablico yang pernah ikutan olimpiade programming waktu dia SMA, dan Irma Santoso sang peraih IP tertinggi di angkatan saya. Alhamdulillah, kami waktu itu masuk final dan berangkat ke Bandung untuk pertama kalinya. Dan gak nyangka pula, dari informasi gak resmi yang kami terima, kami masuk peringkat 6, atau juara harapan 3. Sayangnya penghargaan hanya untuk juara 1 sampai 3 saja. Tentu saja, perjalanan kita ke sana itu benar-benar disupport oleh kampus saya. Semuanya, gratis.

Berkat prestasi saya juga di tahun pertama, alhamdulillah di tahun kedua ini saya mendapatkan sebuah beasiswa yang ternyata sangat worthy, dengan nama Van Deventer Maas Scholarship. Beasiswa ini ternyata dapat mengcover setengah dari biaya kuliah saya yang satu semesternya ditotal sekitar 5-6juta rupiah. Yah, namanya juga kampus internasional. Gak mahal ya bukan sekolah di Indonesia. Hehe…

Ya, di tahun kedua itu, secara nggak sadar saya terus mengembangkan diri. Baik di dunia akademik, tulis menulis, maupun kegiatan kemahasiswaan. Saya pun jadi dianggap hebat oleh teman-teman saya. Bukan sombong, tapi saya merasa jadi banyak orang terkagum dengan saya. Waktu itu, saya anggap itu hanya biasa saja. Karena bagi saya, saya masih belum bisa menemukan inti hidup saya sesungguhnya.

Puncak prestasi, Student of the Year 2009

Berbekal prestasi saya yang mungkin sedikit outstanding waktu itu, saya mendapat sebuah penghargaan di Dies Natalis kedua kampus saya. Ya, setiap tahunnya, kampus saya ini memang membuat sebuah acara ulang tahun yang banjir penghargaan dan beasiswa. Dan ternyata, alhamdulillah saya mendapatkan penghargaan tertinggi mahasiswa tahun itu, yaitu Student of the Year (SOTY) 2009.

Foto seadanya waktu penerimaan penghargaan

Intinya, penghargaan SOTY ini setiap tahunnya diberikan bagi mahasiswa berprestasi, baik dari sisi akademik maupun dari aktivitas kemahasiswaan. Karena saya masih terdaftar sebagai 5 besar peraih IPK tertinggi di prodi saya, dan saya kelewat aktif di kemahasiswaan dan prestasi lainnya, mungkin karena itu saya dipanggil ke depan untuk menerima penghargaan ini. Alhamdulillah bukan sekedar penghargaan, saya juga mendapatkan beasiswa yang cukup untuk menggratiskan biaya kuliah selama setahun ke depan.

Aktivitas di luar kuliah

Karena saya masih mempertahankan peringkat akademis saya, dan lagi kelewat aktif di kemahasiswaan, jadinya saya kurang aktif di dunia luar. Waktu saya habis di kampus. Hampir setiap hari ada saja rapat yang dilaksanakan, bisa pagi jam 6, bisa sore selepas kuliah. Untungnya rapat di organisasi kami ini rapat yang efektif, bukan seperti rapat organisasi mahasiswa yang entah gimana gitu.

Tapi, saya juga anak band. Band saya waktu itu sedang aktif-aktifnya pula. Meski saya nggak terlalu serius di dunia musik ini, kemampuan main gitar saya juga nggak main-main. Cukup senang saya bergaul dengan teman satu band yang sama-sama nggak ngerokok, sama-sama nggak aneh-aneh, dan sama-sama suka musik jepang. Saya bergabung di band ini sejak kelas 3 SMA. Di tahun itu, saya beberapa kali manggung di acara komunitas band jepang di Malang.

Salah satu penampilan terbaik di acara Paparonz Pizza

Meski ada sebuah masalah yang cukup menggoyahkan persatuan band saya, karena melibatkan sebuah emosi tertentu, alhamdulillah band saya tetap survive. Kalau diingat-ingat sekarang, saya jadi ketawa-ketawa sendiri deh. Betapa bodohnya dan polosnya saya waktu itu, karena hampir mengulang “bencana” yang sama seperti waktu SMA dulu. Tapi alhamdulillah, peristiwa itu bisa membuat saya menjadi lebih dewasa, lebih kuat, dan pasti lebih baik dari sebelumnya. Yap, seseorang yang bisa bangkit dari kejatuhan itu pasti akan jadi jauh lebih baik.

Hikmahnya…

Saya nggak nyangka, perjuangan tahun kedua saya ini ternyata membawa dampak yang cukup besar di kemudian hari. Karena saya sudah cukup besar di tempurung sendiri, maka itu berarti orang-orang di dalam tempurung yang sama akan cukup respect kepada saya. Dan itu ternyata berpengaruh di kehidupan saya waktu saya keluar dari tempurung.

Yap, kehidupan saya yang damai di tempurung itu ternyata kurang memuaskan saya. Di tahun itu pula saya memutuskan untuk keluar dari tempurung yang dimulai di akhir tahunnya, dengan bergabung ke komunitas blogger di kota Malang, Blogger Ngalam.

Tapi dari pengalaman tahun kedua saya ini, saya bisa mengambil beberapa hikmah:

  • Menjadi yang terbaik itu penting, terutama di lingkungan yang saat itu kita naungi. Menjadi terbaik bukan berarti terbaik di semua hal. Pilihlah mana yang Anda suka, dan jadilah yang terbaik di sana. Karena suka, bukannya jadi lebih mudah?
  • Salah satu cara untuk menjadi terkenal adalah dengan menulis. Apalagi sekarang sudah jamannya Internet. Dengan saya menulis di PC Media lalu, orang lain jadi tahu eksistensi dan kemampuan saya. Jadi, menulislah…
  • Kerja keras memberikan hasil yang baik. Di waktu orang lain senang-senang bermain selayaknya mahasiswa, saya konsisten membesarkan diri saya dengan berbagai kegiatan positif di kampus. Alhamdulillah, saya jadi salah satu yang terbaik.
  • Bila Anda jatuh, berusahalah untuk bangkit. Bila Anda berhasil bangkit dan mengambil hikmahnya, percayalah, Anda akan jadi pribadi yang jaaauh lebih baik dari sebelumnya. Itulah yang saya alami.

Masih ada cerita tentang tahun ketiga dan keempat saya kuliah. Saya ingin segera mendokumentasikannya sebelum terlupakan semuanya. Sayangnya salah satu dokumen online saya sudah expired, jadi nggak bisa dilihat. Semoga berkasnya ada di lapto semuanya. Tunggu aksi saya!

4 Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.