“Tanggal 8-9 BloggerNgalam ada acara gak? Mau ngundang ke Banyumas nih”. Seperti itulah kira-kira tweet undangan dari @estiko via DM Twitter. Undangan dikirim via email. Begitu baca undangannya, gak pake mikir, langsung saya putuskan untuk berangkat. Kenapa? Karena judulnya adalah “Juguran Pesta Durian”. Hahaha.
Undangan hanya untuk 2 orang. Saya ngajak @elfarqy untuk join, biar lebih kenal dengan komunitas-komunitas blogger di kota lain. Berangkat dari Malang naik bus malam, tanggal 7 Maret. Pagi hari kami sampai di Banyumas, yang kemudian diajak @estiko untuk mampir ke rumahnya di desa.
Kesan saya pertama kali, tinggal di tempat seperti ini nyaman banget. Bukan dari sisi rumahnya, tapi dari sisi lingkungannya. Apa-apa tinggal metik. Mau ikan tinggal ambil. Ayam juga tinggal potong. Udara juga segar karena banyak tanaman (meskipun lebih panas dari Malang).
Ngobrol-ngobrol sedikit, ternyata kali ini yang mengundang bukan dari Blogger Banyumas, tapi dari komunitas Pena Desa yang dijalankan oleh @estiko juga. Sebuah gerakan sosial yang keren kalau menurut saya, di tengah “wabah” entrepreneurship di mana-mana. Ini nih yang namanya socialpreneurship, bermanfaat untuk orang lain!
Setelah beberapa peserta lain kumpul juga di rumah @estiko, siang sekitar jam 1 kami lanjut ke TKP acara. Sudah ada tenda dan kursi, dengan format acara sederhana. Sembari nunggu acara, ternyata @estiko mengeluarkan beberapa buah durian lokal. Langsung santap!
Acara dibuka dengan beberapa sambutan, termasuk dari kepala desa dan panitia lokal. Setelah itu dilanjutkan dengan sambutan musik gending lokal yang cukup menarik. Beberapa lagu diputar oleh para pemain yang semuanya laki-laki, dari muda hingga yang udah keriput.
Sore yang panas diakhiri dengan singgah di rumah penduduk, tempat seluruh peserta menginap. Saya sempatkan tidur, lalu mandi, sebelum acara selanjutnya.
Malam pun tiba. Saya masih blank dengan agenda selanjutnya. Yang pasti, makan malam sudah menanti. Menu khas desa yang lezat siap disantap.
Setelah selesai makan, ternyata inilah acara inti pertama. Yaitu workshop penyambungan bibit durian. Jadi ceritanya, di Banyumas sini ada sebuah pohon durion kelas Monthong, yang dinamakan Monthong Kromo. Batang dari durian Kromo inilah yang akan disambung dengan akar durian lokal.
Entah kenapa, tapi setahu saya adalah agar bisa mendapatkan buah yang kualitasnya sama persis dengan Durian Kromo, tapi akarnya tetap tahan dan kuat seperti durian lokal. Penyambungannya gak susah kok, jadi inget waktu praktikum SD atau SMP dulu, mata pelajaran biologi.
Bibit durian ini pun ternyata dijual loh. Harganya juga cukup murah, tidak sampai 10rb untuk bibit yang baru disetek. Untuk yang sudah berumur 1 tahun, juga gak sampai 100rb. Diceritain sama warga, kalau punya 10 pohon Monthong Kromo saja, satu tahun panen sekali bisa 25-30 juta. Sama kayak punya kontrakan rumah, kan?
Saya menyempatkan pula untuk mencoba menyambungkan satu bibit. Lumayan kagok sih, dibandingkan dengan para warga yang memang sudah bidangnya. Melihat peluang dan cerita dari warga, sepertinya saya jadi punya cita-cita untuk punya kebun durian deh. Buat yang mau beli bibit durian Monthong Kromo Banyumas pula, bisa kontak saya loh. Hehehe.
Malam diakhiri dengan hidangan “Obyok Durian”, semacam ketan dengan saus olahan buah durian. Agak “eneg” kalau kebanyakan, tapi tetap saja nikmat. Sambil menikmati dangdutan malam, hingga akhirnya diarahkan panitia untuk kembali ke lokasi penginapan.
—
Besok paginya, setelah sarapan, seluruh peserta berangkat ke Curug Goa. “Curug” adalah istilah lokal untuk air terjun, atau yang biasa disebut dengan “Coban” kalau di Jawa Timur. Aksesnya lumayan susah, Harus turun bukit yang cukup curam, dengan risiko terpeleset dan jatuh ke jurang.
Sampai di lokasi, cukup worth lah. Curug ini bertingkat 2, dan di bagian bawahnya ada goa kecil. Airnya tidak bisa dibilang jernih, karena ternyata di bagian atas masih ada pemukiman warga. Ada beberapa sampah juga yang mengambang di sana.
Agenda selanjutnya adalah mengunjungi sesepuh pemilik pohon Durian Kromo. Nama bapaknya adalah Pak Kromo. Tapi sebelumnya kita harus berjuang keras naik ke atas bukit lagi, tempat sepeda motor diparkir. Di sana ketemu dengan bapak-bapak yang juga berencana ke Pak Kromo.
Atas dasar saran beliau, kami diajak lewat suatu jalur (yang menurut saya cukup aneh). Jalurnya masuk ke dalam bukit, melewati jalan setapak. Dan itu, dengan sepeda motor! Ternyata kami pun melewati bagian atas Curug Goa tadi. Oalaaah…
Saking terjalnya perjalanan, ada sepeda motor peserta yang macet juga. Fyuh, sampai di TKP ternyata memang Banyumas ini surga durian! Di rumah Pak Kromo, ada banyak sekali buah durian bergelimpangan, siap dijual. Dan rupanya banyak juga orang luar bela-belain untuk datang ke rumah Pak Kromo. Padahal rumahnya ini di bagian paling puncak dari bukit, dengan jalan hanya cukup 1 mobil saja.
Sempat ngobrol-ngobrol dengan Pak Kromo tentang asal-usul duriannya. Yang saya herankan adalah, orang desa seperti Pak Kromo, dengan penghasilan panen durian satu bukit, kira-kira untuk beli apa ya? Rumahnya sederhana, penampakan orangnya pun sederhana. Terus, buat apa?
Ah, sudahlah. Ini bukan tentang uangnya. Tapi tentang pelajaran bahwa “siapa yang menanam, dia yang menuai”. Kecuali kalau dicuri orang lain. Hahaha.
Entah dari panitia, entah langsung dari Pak Kromo, kami menerima sajian sekitar 3 buah durian Monthong. Monthong Kromo berwarna sedikit orange, berbeda dengan yang dari Thailan. Rasanya juga lebih enak dan segar, karena dekat dengan pohonnya. Tanpa pengawet!
Seperti serigala kelaparan, saya habiskan sekitar 6 biji durian besar-besar itu. Hahaha, langsung kenyang!
Selesai dari Pak Kromo, kami meluncur balik ke penginapan. Sudah gak sabar ke bazar seribu durian yang diadakan panitia. Sengaja dari rumah saya bawa kotak Tupp*rware besar, untuk bawa duriannya ke rumah. Lumayan, saya bisa bawa durian 2 buah, dengan total harga sekitar 250rb, sudah termasuk bawa 2 bibit durian.
Yang bikin mati gaya di Banyumas ini adalah hawanya yang sangat panas. Selain itu, koneksi broadband juga susah. Beginilah, nasib generasi online. Hahaha.
Sorenya, saya dan @elfarqy langsung menuju tempat menunggu bus yang membawa kami kembali ke dunia nyata, Kota Malang yang indah.
3 Comments
farizalfa
April 2, 2014 at 4:49 pmWah.. durian nya besar-besar Yooo… Bikin Ngiler ngeliat nya..
disini udah gak musim durian lagi. Jadi serba susah buat cari durian sekarang. π
dio
April 4, 2014 at 9:46 ammantaps… minta/beli bibitnya boleh kah… π
Nufaisyah
January 23, 2015 at 9:58 amenakeeee talaa. saking gambar tok kecut. iseng googling kog lyad blog ini. π