“Kamu itu cuma karyawan!”, teriak salah seorang penumpang yang duduk di kursi paling depan. Ceritanya saya lagi di pesawat Citilink perjalanan pulang dari tugas kerja di Jakarta (sekitar sebulan lalu). Bapak-bapak yang berdandan layaknya orang berwibawa itu marah karena pramugari citilink meminta si bapak untuk memasukkan tasnya ke dalam bagasi, alih-alih di taruh di bawah kursi. Memang tasnya cukup besar sih, tapi si bapak beralasan bahwa bagasi kabinnya penuh (bagasi kabin di 4 baris bagian depan memang tidak bisa dipakai).
Fokus dan Konsistensi Itu, Gak Cukup Sebentar Saja
Sudah lebih dari setahun, saya setengah nekad menjalani profesi saya ini. Dengan menginisasi sebuah tim kecil, hingga sekarang menjalankan dua buah perusahaan. Dari sejak lulus kuliah tahun 2011 lalu, hingga sekarang, saya tetap konsisten. Berbagai godaan, rintangan, dan halangan, juga telah saya lalui. Ujung-ujungnya, saya selalu mencoba mengambil pelajaran dari sana.
Salah satu pelajaran yang saya ambil adalah tentang fokus dan konsistensi. Seperti judulnya, fokus dan konsistensi itu gak cukup hanya sebentar saja. Otomatis, yang namanya konsisten intinya adalah harus tetap menjalani apa pilihan kita selama mungkin. Sedangkan fokus, menjadi pasangan yang pas untuk memaksimalkan konsistensi tersebut.
Kerja: Perusahaan Raksasa, atau Perusahaan Kecil yang Mengapresiasi Anda?
Sudah lebih dari setahun saya mencoba menjalankan usaha saya. Berawal dari idealisme pribadi untuk pensiun dini, saya start Mimi Creative dengan total sebagai tim ber-4. Sekitar setahun berlalu, saya mendapatkan rezeki untuk mengembangkan sayap di ranah aplikasi mobile, dengan nama Tomatech Mobile. Dari kedua perusahaan tersebut, saya banyak belajar bagaimana memulai sebuah usaha.
Kali ini saya ingin berpikir sedikit mengenai pilihan hidup dalam hal pekerjaan utama. Dulu saya sempat galau juga dalam memilih pekerjaan saya, sebelum akhirnya saya ikut Asosiasi Manajemen Indonesia cabang Malang, dan teracuni untuk langsung terjun di dunia wirausaha dengan modal tanpa pengalaman. Jadi, meskipun saya ingin membahas bagaimana dampak memilih antara perusahaan raksasa atau perusahaan kecil, bisa jadi saya hanya menjelaskannya secara subyektif, karena saya gak tahu rasanya bekerja di perusahaan raksasa.
3 Tipe Pemimpin dan Korelasinya Terhadap Tim
Karena saya hanya manusia biasa yang sedang belajar…
Nggak pernah kebayang gimana kondisinya kok sekarang saya ini bisa jadi seperti sekarang ini. Saya harus memimpin perusahaan yang sedang saya kembangkan ini, saya harus memimpin komunitas lokal di kota saya, saya akan jadi pemimpin keluarga nanti, dan masih banyak lagi yang harus saya pimpin. Pertanyaannya, harus seperti apakah saya berperan sebagai pemimpin tersebut?
Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Kalimat di atas, di tambah dengan obrolan singkat bersama teman-teman beberapa waktu lalu, menginspirasi saya untuk menulis post ini. Post ini bisa menjadi bahan pelajaran dan refleksi pribadi saya, yang juga saya harap bisa memberi pencerahan kepada yang lainnya. Bukan tentang pemimpin yang bisa melakukan ketiga hal tersebut, tapi lebih ke tipe pemimpin berdasarkan posisinya.
Miliki Sendiri, atau Berpartner?
Sebuah pilihan, bukan suatu hal yang harus dipersulit.
Sudah beberapa bulan ini saya menjalankan usaha kecil-kecilan di bawah nama Mimi Creative bersama tim yang saya bentuk. Dengan berbekal skill yang membuat kami cukup percaya diri, kami merancang timeline kecil-kecilan selama beberapa bulan ke depan. Dengan memanfaatkan sebuah ruang kecil di rumah saudara saya, kita melangkah dan berhasil bertahan setidaknya selama 3-4 bulanan, dengan nyaman.
Ya, nyaman. Karena kita hidup di situasi yang kita inginkan. Berkreasi sembari mendapatkan pemasukan yang lebih dari cukup, mengembangkan secara perlahan-lahan, serta bersenang-senang bersama. Di benak kita, ini adalah roadmap yang sudah cukup stabil untuk terus dilanjutkan dan dikembangkan. Sedikit demi sedikit, kita mengumpulkan bekal.
Antara Tidak Sempat dan Tidak Menyempatkan Diri
Sedikit renungan yang penting tapi gak penting-penting amat.
Sudah tanggal 17 bulan ini, tapi saya baru menghasilkan 1 blog post saja. Bulan kemarin saja, juga cuma bisa menelurkan 7 post saja. Apakah saya sudah bosan ngeblog? Ataukah saya terlalu sibuk hal lainnya? Atau malah saya lupa password? Bukan, bukan semuanya. Saya hanya sekedar tidak menyempatkan diri untuk menulis.
Berbagai aktivitas sehari-hari, deadline yang mengerikan, wajah klien yang penuh senyum dibalik bosnya yang bertampang sangar, kegiatan komunitas, berhubungan sosial, dan lain-lainnya, tentu gak bisa dikerjakan bareng dalam satu waktu. Saya ini manusia biasa yang hanya punya waktu sehari = 24 jam, dengan jatah waktu tidur normal 6-8 jam sehari. Tentu tidak semua bisa saya penuhi secara maksimal, meskipun saya inginkan.