• Home
  • /
  • Tag Archives:  Self-Development

Dia Enak Duduk-Duduk, Sementara Saya yang Kerja Keras

Apakah Anda adalah seorang karyawan, yang pernah berpikir demikian ke pimpinan / owner perusahaan tempat Anda bekerja? Apakah Anda sedemikian merasa bisa mengalahkan owner Anda tersebut hingga Anda sangat terobsesi mengincar posisi yang sama atau lebih dari dia?

Setidaknya, ada 2 kemungkinan kondisi yang terjadi:

  1. Owner perusahaan Anda memang “cuma” duduk-duduk dan asal perintah.
  2. Anda tidak tahu bahwa di belakang, owner perusahaan Anda bekerja jauh lebih keras dari Anda (bahkan sudah sejak jauh sebelum Anda bergabung di perusahaan tersebut).

Saya gak tertarik untuk membicarakan kemungkinan yang pertama. Toh saya gak ada cita-cita jadi seperti yang pertama. Saya justru ingin memberikan pengertian kepada siapapun yang berpikir seperti judul post ini, namun sebenarnya Anda sedang ada pada kemungkinan kondisi yang kedua.

Tulisan ini bukan ditulis untuk bermaksud menyombongkan diri, namun hanya mencoba memberikan sudut pandang lain terhadap trend entrepreneurship berdasarkan sedikit pengalaman saya berwirausaha.

I to the E – Tentang Kepribadian

Saya gak tahu, yang namanya kepribadian itu berasal dari genetik, atau terpengaruh oleh lingkungan dan pengalaman hidup. Seseorang bisa saja memiliki sifat pendiam, suka memendam rahasianya sendiri, dan susah mencari teman. Ada lagi orang yang begitu ketemu orang baru, bisa langsung akrab. Yang mana kah Anda?

Gambar di bawah ini adalah hasil tes kepribadian saya, yang saya ambil secara online (gratisan) kira-kira waktu SMA. Hasilnya, saya INTJ. Ya! Saya, termasuk yang Introvert. Sejak kecil saya tergolong susah mencari teman. Berdiri di depan panggung dan dipandang sekian banyak tatapan mata itu “nggak aku banget”. Saya lebih suka di belakang, mengamati keadaan, sambil terdiam.

Fokus dan Konsistensi Itu, Gak Cukup Sebentar Saja

Sudah lebih dari setahun, saya setengah nekad menjalani profesi saya ini. Dengan menginisasi sebuah tim kecil, hingga sekarang menjalankan dua buah perusahaan. Dari sejak lulus kuliah tahun 2011 lalu, hingga sekarang, saya tetap konsisten. Berbagai godaan, rintangan, dan halangan, juga telah saya lalui. Ujung-ujungnya, saya selalu mencoba mengambil pelajaran dari sana.

Salah satu pelajaran yang saya ambil adalah tentang fokus dan konsistensi. Seperti judulnya, fokus dan konsistensi itu gak cukup hanya sebentar saja. Otomatis, yang namanya konsisten intinya adalah harus tetap menjalani apa pilihan kita selama mungkin. Sedangkan fokus, menjadi pasangan yang pas untuk memaksimalkan konsistensi tersebut.

Pelajaran dari 500 Rupiah

Beberapa belas tahun lalu, ada seorang anak, yang mungkin masih kelas 1 SD. Masa di mana uang saku yang diberikan orang tuanya hanya 100 rupiah sehari. Tanpa dia tau berapa uang saku teman-teman lainnya, dia tetap menikmatinya. Bahkan, masih sempat berbagi dengan teman yang malah tidak punya uang saku untuk sekolah. Ya, orang tuanya selalu mengajarkannya untuk berbagi. Kepada yang kurang mampu tentunya, bukan kepada yang sok tidak mampu.

Hari demi hari berjalan, hingga tanpa sadar dia punya uang sejumlah 500 rupiah. Jumlah yang sama dengan tabungan 5 harinya dia, apabila berjuang penuh menahan diri untuk tidak menjajakan uang sakunya. Memang bukan jumlah yang besar, namun sudah cukup untuk meraih kebahagiaan sejenak. Ingin sekali dia menjajakan sesuatu yang tidak biasanya dia bisa beli.

Saya Masih Hijau

Dengar kata “hijau”, jadi ingat warna favorit seseorang yang pernah berarti bagi saya. Tapi bukan itu inti post kali ini. Post ini terinspirasi dari obrolan singkat saya dengan seorang politikus lokal, tentang bagaimana pemikirannya. Dari cerita singkat itu, saya seketika menyadari lagi betapa hijaunya saya.

Ya, saya yang hijau. Saya yang akhir-akhir ini sedikit sombong karena mengingat tagline “si cerdas yang pemalas”, yang dulu pernah saya pakai. Saya yang sejenak merasa sudah tidak perlu lagi serius belajar untuk mengembangkan diri. Sebuah sifat yang seharusnya tidak saya pelihara untuk mencapai tujuan hidup saya. Alhamdulillah saya tercerahkan lagi.

Kerja: Perusahaan Raksasa, atau Perusahaan Kecil yang Mengapresiasi Anda?

Sudah lebih dari setahun saya mencoba menjalankan usaha saya. Berawal dari idealisme pribadi untuk pensiun dini, saya start Mimi Creative dengan total sebagai tim ber-4. Sekitar setahun berlalu, saya mendapatkan rezeki untuk mengembangkan sayap di ranah aplikasi mobile, dengan nama Tomatech Mobile. Dari kedua perusahaan tersebut, saya banyak belajar bagaimana memulai sebuah usaha.

Kali ini saya ingin berpikir sedikit mengenai pilihan hidup dalam hal pekerjaan utama. Dulu saya sempat galau juga dalam memilih pekerjaan saya, sebelum akhirnya saya ikut Asosiasi Manajemen Indonesia cabang Malang, dan teracuni untuk langsung terjun di dunia wirausaha dengan modal tanpa pengalaman. Jadi, meskipun saya ingin membahas bagaimana dampak memilih antara perusahaan raksasa atau perusahaan kecil, bisa jadi saya hanya menjelaskannya secara subyektif, karena saya gak tahu rasanya bekerja di perusahaan raksasa.

1234