Mencoba Semuanya, Buat Apa?

Saya adalah geek yang bukan sekedar geek..

Berada di depan laptop seharian kadang bisa jadi rutinitas saya. Ngapain? Kalau untuk akhir-akhir ini sih, memang harus garap skripsi, di mana topik skripsi saya adalah membuat program jejaring alumni kampus saya yang notabene baru ada alumni mulai tahun ini. Jadi mau nggak mau ya bisa seharian di depan laptop.

Tapi di luar masalah skripsi, memang hidup saya penuh dengan teknologi. Ya, saya ini geek. Dalam Wikipedia, istilah Geek punya banyak arti dalam rentang “a computer expert or enthusiast” sampai batas “a carnival performer who performs sensationally morbid or disgusting acts”. Di titik mana ke-geek-an saya ini?

Saya akui saya nggak bisa lepas dari teknologi. Dulu, awal-awal punya laptop, kalau saya pergi ke rumah saudara jauh, nganggur, dan kegiatan yang spend waktu banyak dengan waktu kosong di sela-selanya, saya selalu menyempatkan diri menyalakan laptop. Entah ngapain. Sekarang pun, meski sudah jarang tenteng-tenteng laptop, itu karena saya sudah punya gadget yang setidaknya bisa online dengan sangat baik di berbagai tempat.

Kalau ditanya tentang teknologi, saya pasti nyambung dan antusias. Bahkan untuk beberapa hal, saya dianggap teman-teman cukup expert, meski saya nggak ngerasa gitu. Selalu saya berpikir kalau saya ini masih belajar, dan selalu ada yang lebih baik dari saya. Yah, meski kadang-kadang terkesan membanggakan diri di depan orang lain, itu sebenarnya dengan tujuan memotivasi orang lain untuk setidaknya mau mencoba hal baik apa yang telah saya lakukan.

Tentang ketergantungan, rasanya sudah nggak bisa dilepas. Setiap hari, nggak bisa nggak, saya harus cek email. Punya beberapa akun email yang berbeda-beda tujuan pun menambah ketergantungan akan gadget dan internet. Catatan keuangan pribadi, perusahaan, kerjaan, naskahnaskah saya, semua ada di gadget. Sebagian besar waktu saya memang dihabiskan untuk gadget.

Tapi saya pernah berpikir sederhana seperti ini.

Kalau saya hanya bisa dan hanya tahu tentang komputer dan gadget saja, bisa apa nanti saya kalau tanpa gadget itu? Mati listrik aja sudah bikin kelabakan. Baterai habis aja sudah bingung cari colokan, which is susahnya minta ampun kalau lagi mobile. Gimana kalau ada kerjaan yang sama sekali nggak melibatkan gadget? Extreme-nya, gimana nanti kalau ada bencana alam yang mematikan seluruh koneksi internet, listrik, telepon, bahkan saluran air.

Yang dokter bisa bantu obatin korban bencana. Yang elektro bisa bantu bikin peralatan komunikasi dari barang seadanya. Yang olahragawan punya badan bagus bantu angkat-angkat. Yang koki bisa bantu masak. Yang manager perusahaan bisa bantu mimpin dan manage para manusia yang lagi kesusahan. Nah, saya bisa bantu apa nantinya? Coding? Nggak lucu lah. Masa di tengah bencana alam bantuin coding. Coding apa coba.

Kembali ke masalah yang saya tulis di judul post ini, tentang mencoba semuanya. Saat ini saya sedang menjajaki keinginan untuk bermultitalent. Tentunya bukan untuk bersombong ria, saya bisa ini saya bisa itu. Tapi ini untuk kebutuhan saya juga. Saya bukan orang yang suka berfoya-foya, menghamburkan waktu dan uang, hanya untuk gengsi. Saya lebih prefer ke kebutuhan. Bahkan saya punya mindset, meski saya nanti sudah sesukses para pendiri kampus saya, saya masih rela kemana-mana naik sepeda motor. Lebih nyaman dan cepat daripada naik mobil alphard which is harga catnya aja selangit kalau kegores ujung bemper mikrolet yang ngerem ndadak.

Sebenarnya sedikit telat sih untuk bermultitalent, masalah usia juga. Saya kagum sama teman-teman, adik angkatan, bahkan anak-anak kecil yang nggak hanya pinter di akademik, tapi juga bisa musik, gambar, olahraga, dan sebagainya. Sebagian besar dari mereka memang mengasah semuanya dari umur sebiji lombok. Saya sempat berpikir, harusnya orang tua saya memultitalentkan saya sejak dulu. Tapi ya diterima sajalah, apa yang orang tua lakukan juga yang terbaik kok untuk saat ini. Tugas saya sekarang adalah bermandiri untuk melakukan apa yang saya bisa.

Menengok diri saya yang nggak bisa olahraga, nggak pinter komunikasi, adu panco pasti kalah, jadi minder. Okelah saya punya kemampuan main musik, yang mana saya juga sebenernya nggak terlalu bangga, karena teman-teman saya di komunitas mainnya jauh lebih jago daripada saya.

Alhamdulillah saya punya bagian lain dari diri saya yang selalu memacu untuk berkembang. Entah sejak kapan, saya suka mencoba semua hal baru. Sejak mulai kuliah di kampus saya tercinta, kehidupan saya mulai berkembang. Dari yang jarang bersosialisasi, berkeras diri untuk ikut organisasi. Dari yang hanya kenal dunia sendiri saja, jadi mengerti apa arti kehidupan.

Mengenal dan mencoba hal baru menjadi sangat mengasyikkan buat saya. Mengenal dunia tulis menulis yang membawa saya jadi seorang penulis majalah dan buku, mengenal dunia wirausaha dan bisnis yang membawa saya jadi pengurus AMA Malang, mengenal dunia sosial dan organisasi yang membuat saya punya banyak teman, dan sebagainya.

Saya juga berpikir, hidup hanya sekali. Fokus ke satu arah itu memang penting, karena setiap orang memang harus punya “core” di dirinya. Tapi nggak ada salahnya untuk mencoba semuanya, selama itu adalah hal yang baik. Sayang sekali waktu di hidup ini hanya dimanfaatkan untuk satu hal saja.

Karena itu juga, kadang sekarang saya ngerasa terlalu banyak kegiatan. Kuliah keteteran, skripsi nyaris gak kelar, nggak bisa allout di suatu organisasi, dan sebagainya. Sampai-sampai saya harus mengorbankan beberapa kegiatan demi prioritas. Tapi Alhamdulillah saya enjoy dengan ini semua.

Saya tetap ikutan komunitas IT demi core saya, ditambah komunitas dan organisasi bisnis demi impian saya jadi wirausaha, tetap ikutan band demi mengasah otak kanan dan feeling saya. Tapi nggak hanya itu. Sekarang saya ikutan kursus dasar bahasa Jepang demi impian saya ke Jepang. Saya juga ikutan Aikido untuk bela diri dan fisik saya, which is yang dulu saya anggap nggak seberapa penting. Tapi saya juga mikir, kalau nanti udah sukses, banyak angin kencang menerpa, ketika saya sendirian gak bisa membela diri secara fisik, saya mau apa coba. Saya rajin renang juga demi kesehatan masa depan. Masa nanti sudah sukses tapi nggak bisa menikmati kesuksesan karena faktor kesehatan. Nggak lucu lah.

Saya juga tetap ingin mencoba hal baru lainnya. Touring dan mengembara masih menjadi keinginan saya. Belajar piano dan keyboard, seruling, biola, dan alat musik lain pun masih ada di otak. Jelajah alam, diving, paraceling, sudah antri untuk mendapatkan waktu saya. Bereksperimen dengan masakan dan resep pun ingin saya lakukan. Mendesain dan menjahit model baju yang keren, apalagi untuk manggung, juga kepingin. Hasrat bikin film, komik, dan karya lainnya juga bikin gregetan.

Serakah ya? Sedikit sih. Tapi, semoga semua keinginan itu bisa terwujud semuanya. Memang butuh pengorbanan waktu, tenaga, dan tentunya uang. Satu-persatu, dengan pasti, semua harus dijalani. Sekarang, mulai dari laporan skripsi dulu. πŸ˜€

Sumber gambar: http://thumbs.dreamstime.com/thumblarge_477/1265725291NXEGKm.jpg

15 Comments

  • agus

    May 13, 2011 at 8:56 am

    That’s nice. That’s fine to be multitalent.

    Tapi aku jadi inget nasehat salah satu guruku, “jadilah orang spesialis dulu, baru generalis”. beruntunglah kau sobat, sudah dikaruniai “core”/spesialisasi. Karena orang yang gerenalis/multitalent, sometimes masih belum optimal di sana-sini.

    orang kayak aku ini contohnya, spesialis gak, generalis juga gak. setidaknya kamu perlu bersyukur dan aku tahu kamu sudah bersyukur. Salut deh.

    Keep moving forward!

    Reply
    • Haqqi

      May 13, 2011 at 9:05 am

      iya, tapi core nya masih belum core beneran loh.. masih kalah core sama temen2 IT yang emang fokus di situ.. saya sekarang lebih suka menggali ke samping.. mencoba semuanya.. yang penting enjoy aja lah.. hehe..

      Reply
  • Gracia Anweta

    May 17, 2011 at 12:25 pm

    Cool, Haqqi…!
    Jujur, tulisan kamu buat aku mikir: “aku mau jadi spesialis apa yang juga bisa apa”. Selama ini aku kuliah ya cuma asal masuk. Belajar cuma pas ujian. Tugas copy-paste-edit. IP pas-pasan asal ortu seneng. Hobi banyak tapi nggak pernah ditekuni sampai max, contohnya naskah komik yang belum jadi, tapi udah mulai luntur tintanya karena aku taruh di atas meja dari tahun 2009.

    Reply
    • Haqqi

      May 19, 2011 at 1:10 pm

      nah, berarti harus introspeksi diri kan. hehe.. lakukan aja apa yang kamu suka, whatever kata orang. selama itu positif buat kamu dan gak ngerugiin orang lain, kenapa tidak? πŸ™‚

      Reply
  • Gracia Anweta

    May 17, 2011 at 12:29 pm

    So.
    Aku pengen bener-bener cinta sama apa yang udah aku iya-kan. Aku udah telanjur masuk Fakultas Ekonomi, jadi aku mau lebih paham lagi tentang apa yang sebenernya terjadi di bidang ini. Dan buat hobiku, aku mau refresh lagi^^

    Thanks for sharing, Haqqi^^

    Reply
    • Haqqi

      May 19, 2011 at 1:11 pm

      semua itu pilihan. kamu bisa keluar kok dari kuliahmu, dan ngelakuin apa yang kamu inginkan. tapi harus dikomunikasikan juga sama pihak terkait, misal orang tua. apa yang terbaik buat kamu harus dikomunikasikan, biar gak ada salah paham. refresh aja terus, buat dirimu jadi wadah sebesar-besarnya. jangan pernah sombong dan terus aja belajar.. πŸ™‚

      Reply
  • zey

    May 21, 2011 at 10:48 am

    sangat inspiratif mas,,, seperti apa yang kunjalani sekarang, belajar… belajar…. dan belajar… yang penting adalah mental, waktu, sabar plus doa adalah modal utama dalam hidup, semoga kebaikan selalu menyertai kita semua.. AMIN

    Reply

Leave a Reply to fathur Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.