• Home
  • /
  • Tag Archives:  Opinion

5 Tips Singkat Mengirim Lamaran Kerja Melalui Email

Sejak mengelola startup sendiri, mulai dari Mimi Creative hingga Pictalogi sekarang, saya membuka lowongan kerja untuk cukup banyak posisi di kantor Malang. Ada programmer Android, iOS, PHP, dan juga akunting. Seperti biasa, zaman digital seperti ini, cukup kirim via email saja. Dari sekian banyak pelamar, cukup banyak juga yang membuat saya tergelitik dan juga malas membuka emailnya. Kenapa?

Entah karena memang belum terlatih etika menulis email, atau belum pernah melamar kerja via email, atau lebih-lebih bukan orang IT, ada saja hal-hal yang membuat saya (sebagai pemberi kerja) malas membuka email. Meski kadang bukan suatu hal yang mendasar (sebagai karyawan), tapi bisa berdampak cukup fatal.

Bayangkan, susah-susah sekolah/kuliah dengan nilai yang bagus, tapi email lamaran kerja tidak dibaca/dibuka oleh pemberi kerja hanya karena hal-hal (yang mungkin) sepele. Dan itu gak cuma terjadi sekali saja loh.

Ruang Salah

Beberapa hari yang lalu, saya ngobrol cukup panjang dengan Bayu Sava, anak pertama dari (almarhum) Pak Johan Sava, pemilik Togamas. Siapa yang tidak kenal Togamas, toko buku yang sekarang sudah punya 24 cabang di seluruh Indonesia. Kami ngobrol cukup banyak hal, karena sudah sekitar setahun lebih tidak ketemu. Pertama kali ketemu dulu waktu dia pingin bikin website baru untuk usaha server game-nya, iGame Community.

Salah satu bahasan yang cukup menarik adalah tentang “ruang salah”. Susah mendefinisikannya secara tertulis, tapi akan saya coba.

Tertawakan yang Patut Ditertawakan

Ceritanya barusan gak sengaja baca quote di sebuah akun twit yang isinya kata-kata bijak. Kayak gini nih quote-nya.

You can tell how smart people are by what they laugh at.

Tina Fey

Jadi teringat betapa aneh rasanya waktu saya tertawa terhadap suatu hal yang mana orang-orang di sekitar saya gak tertawa. Bukan salah mereka sih, tapi memang wajar kalau mereka gak tau apa yang saya tertawakan.

Tips dalam Brainstorming

Saat ini saya sedang membaca (lagi) buku Business Model Generation, karya Om saya, Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur. Bab yang saya baca adalah tentang salah satu teknik dalam pembuatan Business Model, yaitu teknik bernama “Ideation”.

Proses teknik Ideation ini memiliki beberapa bentuk. Bagian awal tentu saja adalah tentang komposisi tim dalam melakukan brainstorming. Disarankan dalam buku ini, tim harus terdiri atas orang-orang yang:

  • dari berbagai unit bisnis berbeda
  • dari rentang umur yang berbeda
  • dari beberapa area keahlian
  • dari tingkat senioritas yang berbeda
  • dari berbagai macam pengalaman
  • dari background budaya yang berbeda

Setelah itu, dalam proses brainstorming pun ada aturan menarik. Aturan-aturan ini jika dilaksanakan dapat memaksimalkan jumlah ide menarik yang diciptakan.

Fashion-less

Punya kemeja cuma beberapa helai. Kalau foto acara resmi, pasti kesannya bajunya “itu-itu aja”.

Punya batik cuma beberapa helai. Sama. Kalau foto acara resmi, pasti kesannya cuma punya batik “itu-itu aja”.

Punya kaos unik / kualitas distro cuma beberapa helai. Sama juga. Kalau ada acara have fun yang perlu tampil sedikit keren, kaosnya pasti “itu-itu aja”.

Punya jaket favorit cuma 1 atau 2 dalam suatu periode waktu. Ini apalagi. Kalau foto waktu jaketan, kesannya cuma punya jaket “itu-itu aja”.

Punya sepatu / sandal, cuma 1 dalam satu waktu. Pilih yang praktis, bisa (dianggap) jadi sepatu tapi gak ribet pakainya. Ya, kalau foto full body pasti kesannya sepatu “itu-itu aja”.

Ya, beginilah saya. Bukan pemerhati fashion, termasuk fashion diri sendiri. Apalagi pekerjaan tidak menuntut untuk ketemu orang luar setiap hari. Di kantor cuma pakai kaos biasa, gak perlu dandan, dan gak pakai sepatu.

Dia Enak Duduk-Duduk, Sementara Saya yang Kerja Keras

Apakah Anda adalah seorang karyawan, yang pernah berpikir demikian ke pimpinan / owner perusahaan tempat Anda bekerja? Apakah Anda sedemikian merasa bisa mengalahkan owner Anda tersebut hingga Anda sangat terobsesi mengincar posisi yang sama atau lebih dari dia?

Setidaknya, ada 2 kemungkinan kondisi yang terjadi:

  1. Owner perusahaan Anda memang “cuma” duduk-duduk dan asal perintah.
  2. Anda tidak tahu bahwa di belakang, owner perusahaan Anda bekerja jauh lebih keras dari Anda (bahkan sudah sejak jauh sebelum Anda bergabung di perusahaan tersebut).

Saya gak tertarik untuk membicarakan kemungkinan yang pertama. Toh saya gak ada cita-cita jadi seperti yang pertama. Saya justru ingin memberikan pengertian kepada siapapun yang berpikir seperti judul post ini, namun sebenarnya Anda sedang ada pada kemungkinan kondisi yang kedua.

Tulisan ini bukan ditulis untuk bermaksud menyombongkan diri, namun hanya mencoba memberikan sudut pandang lain terhadap trend entrepreneurship berdasarkan sedikit pengalaman saya berwirausaha.